08 Desember 2016

16 Desember 2008

Selamat datang di situs riyadlalsunah. situs yang menyuguhkan....
HADITS DITINJAU DARI SEGI KUALITAS*
Oleh Muhammad Dede Rodliyana


I. Pendahuluan
Terdapat perbedaan besar antara al-Qur’an dengan Hadits Nabi saw. Al-Qur’an bersifat qath’iy al-wurud, yang berarti bahwa al-Qur’an diyakini sepenuhnya oleh umat Islam sebagai wahyu Allah, dan dalam dalalah-nya sebagian ada yang qath’iy dan sebagian yang lain ada yang zhanniy. Sedangkan Hadits Nabi saw. Lebih bersifat zhanniy, baik wurud maupun dilalah-nya, yang berarti betapapun shahihnya suatu hadits, kepastiannya sebagai sesuatu yang betul-betul diucapkan oleh Nabi saw. tetap zhanniy. Sebab setinggi-tingginya kepastian bahwa hadits tersebut disampaikan oleh Nabi, hanya akan sampai pada tingkat “diduga kuat” disampaikan oleh Nabi.
Hal tersebut dimaklumi, karena Hadits tidak terkodifikasi secara utuh sejak masa Nabi, sebagaimana dalam posisi al-Qur’an, dan bisa jadi penetapan keshahihan suatu hadits tetap ada dalam koridor ijtihady dari para kritikus hadits. Maka wajar bila dalam menetapkan batasan suatu nilai keshahihan hadits terus mengalami pergeseran, dan ini menunjukkan bahwa sikap kritis terhadap hadits bukan sesuatu yang tabu, yang terpenting harus dibedakan antara pemahaman kewajiban mengakui Rasul sebagai utusan Allah yang perintah dan larangannya mesti ditaati adalah jelas, sedangkan mempersoalkan apakah suatu Hadits disabdakan berasal dan benar-benar disabdakan oleh Nabi saw., adalah persoalan yang lain, sebagai usaha kritis untuk menjaga kejernihan dan kesucian Nabi yang bersih dari kedustaan.
Banyak usaha yang telah dilakukan oleh para ulama hadits untuk memberikan batasan-batasan guna menghasilkan validitas suatu hadits yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga “sangkaan kuat” bahwa hadits itu benar-benar berasal dan disabdakan Nabi saw. mendekati pada kebenaran. Hasil karya ulama hadits itu adalah menetapkan klasifikasi hadits berdasarkan kualitas dari keadaan unsur-unsur yang ada dalam hadits, yang dikompromikan pada kriteria-kriteria standar untuk mengukur apakah hadits itu valid atau tidak.Ditinjau dari segi kualitasnya
[1], para ulama membagi hadits kepada: shahih, hasan, dan dha’if. Pembagian itu adalah hasil seleksi yang ditujukan bagi unsur-unsur yang ada dalam hadits yaitu: sanad, rawi, dan matan hadits.
* Makalah ini disampaikan dalam seminar perkuliahan Ulum al-Hadits pada tanggal 27 Nopember 2000
[1] Sesungguhnya pembagiaan Hadits dari segi kualitas sebelum era Ibn Shalah (577-620) terbagi dua, hadits Shahih dan hadits saqîm/ dla’îf. Kemudian pada rumusan Ibn Shalah dibagi menjadi tiga, dan maqsud hasan yang dikemukakannya berbeda dengan yang telah dikemukakan al-Tirmidzi sebelumnya. Pembagian ini, dalam pandangan ulama hadits, ditunjukkan bagi kelompok hadits ahad.

Read More...

My House in My Home (Konsep Membangun Rumah Islami)

Rumah adalah asset yang paling berharga dalam kehidupan kita. Selain untuk menunjukkan status juga menjadi luapan ekspresi pemiliknya.
Rumah yang baik dan indah yang sesuai dengan kaidah agama adalah rumah yang dibuat atas dasar sikap bersyukur kepada Allah SWT dengan memberikan yang terbaik, baik dalam bentu maupun dalam pemanfaatan fungsi dan kegunaannya.
Rumah yang bernilai adalah rumah yang menjadi qiblat, sumber inspirasi bagi setiap orang untuk membangun rumah seperti tersebut. Boleh jadi diikuti keseluruhannya atau sebahagian saja.
Pada saat rumah kita menjadi qiblat bagi yang lain, maka pada saat itu kita sudah merintis membangun rumah yang menjadi miniature rumah surga. Dari rumah itu muncul benih-benih kebahagiaan yang tersimpul dalam berbagai kegiatan atau kreativitas yang dilakukan oleh seluruh komponen yang ada di dalamnya.
Seluruhnya mengalami hubungan relasi aktif bagaikan relasi antara ‘Yang’ dan ‘Yin’, saling mengisi dan menyeimbangkan. Yang akhirnya rumah itu memberikan kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan yang sempurna.